Friday, May 15, 2009

KONWANIS 2009 : II

.
sudah genap 2 minggu KONWANIS berlalu... namun, memori dan ilmu yg diperolehi, insyaAllah tetap terpahat di ingatan...

KONWANIS 2009 dibuka dgn penyampaian kisah Ummu Sulaim oleh YB Datin Noraini Mat Top, sebagai ucapan perasmian beliau...

jadi, jom kita sama2 hayati kisah Ummu Sulaim! umi kepada sahabat, Anas bin Malik r.a. dan masyhur kisahnya kerana mahar kahwin nya adalah Islamnya Abu Thalhah... :)

ISLAM MAHARNYA!

Ia bernama Rumaisha, Ummu Sulaim binti Milhan bin Khalid bin Zaid bin Haraam bin Jundub Al-Anshari. Ia adalah ibu Anas bin Malik khadim Rasullullah Saw, ada beberapa riwayat yg memperselisihkan nama Ummu Sulaim, ada yg meriwiyatkan dengan nama Sahlah, ada yang mengatakan Rumailah, ada yang meriwayatkan Rumaisha, dan ada yang menamakan Malikah.

Ia seorang wanita keturunanan bangsawan dari kabilah Anshar suku Kharaj memiliki sifat keibuan dan berwajah manis menawan, selain itu ia seorang wanita berotak cerdas, penuh kehati-hatian dalam bersikap, dewasa dan berakhlak mulia. Sehingga dengan sifat-sifatnya yang istimewa itulah Malik bin Nadhar melamar dan menikahinya. Ummu Sulaim adalah salah seorang wanita solehah yang memiliki keistimewaan, sehingga pada saat Rasulullah Saw menyerukan dakwah agar tidak menyembah berhala, melainkan Allah lah yang berhak disembah, mengEsakan-Nya, dan tanpa sekali kali menyekutukan-Nya dengan berhala-berhala. Tanpa keraguan lagi dihati Ummu Sulaim untuk memeluk agama Islam, dan meninggalkan Tuhan nenek moyang mereka. Dan ia tak peduli akan ganguan dan rintangan yang kelak akan dihadapinya dari masyarakat Jahiliyah.

Namun suaminya Malik bin Nadhar sangat marah ketika tahu istrinya memeluk Islam, dengan dada gemuruh penuh dengan emosi, ia berkata “Engkau kini telah terperangkap dengan sihir Muhammad dan engkau telah murtad dengan Agama nenek moyang kita”. Kemudian Ummu Sulaim menjawab dengan lemah lembut: “Saya tidak murtad justeru saya telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad”.

Ummu Sulaim juga tanpa bosan berusaha melatih anaknya yang masih kecil Anas untuk mngucapkan dua kalimah syahadat. Melihat kesungguhan istrinya, serta pendiriannya yang tak mungkin goyah, membuat Malik bin Nadhar bosan dan tak mampu mengendalikan emosinya, hinnga ia bertekad untuk meninggalkan rumah dan tidak akan kembali sampai isterinya mau kembali menyembah agama nenek moyang mereka, ia pun pergi dari rumah dengan wajah yang suram meninngalkan Ummu Sulaim dan anaknya Anas. Ia pergi ke negeri syam dan meninggal . Saat Ummu Sulaim mendengar khabar kematian suaminya dengan ketabahan yang mengagumkan ia berkata: “Saya akan tetap menyusui Anas sampai ia tak menyusu lagi, dan sekali kali saya tak ingin menikah lagi sampai Anas menyuruhku”. Setelah Anas besar, Ummu Sulaim dengan malu-malu mendatangi Rasulullah, dan meminta agar beliau bersedia menerima Anas sebagai pembantunya. Rasulullah pun menerima Anas dengan rasa gembira.

Dan dari semua keputusan itu, Ummu Sulaim kemudian banyak dibicarakan orang dengan rasa kagum. Dan seorang bangsawan kaya raya dari kafilah Anshar bernama Abu Thalhah tak luput memperhatikan hal itu, dengan rasa cinta dan kagumnya yang tak dapat di sembunyikan, tanpa banyak pertimbangan ia langsung melangkahkan kakinya ke rumah Ummu Sulaim untuk melamarnya.

Dalam riwayat Musnad Imam Ahmad, dari Hanad bin Salamah, dari Tsabit, dari Ismail bin Abdullah bin Abi Thalhah dari Anas bin Malik berkata: “Ketika Abu Thalhah meminang Ummu Sulaim ketika ia belum masuk islam, Ummu Sulaim berkata kepada Abu Thalhah dengan penuh sopan dan rasa hormat, “adakah engakau tidak mengetahui Tuhan yang engkau sembah selama ini terbuat dari sebuah patung batu pahatan?” “Ya…” jawab Abu Thalhah. “Adakah engkau tidak malu menyembah sebuah patung batu pahatan? Aku tidak menginginkan mahar dan harta kekayaanmu, Abu Thalhah! Yang aku inginkan engkau memeluk Islam dan menyembah Allah satu-satunya Tuhan yang patut di sembah”, kata Ummu Sulaim. “Tetapi saya tidak mengerti siapa yang akan menjadi pembimbingku?” Tanya Abu Thalhah. “Tentu saja pembimbingmu Rasululluah sendiri”, tegas Ummu Sulaim.

Maka Abu Thalhah pun bergegas pergi menjumpai Rasulullah yang mana pada saat itu tengah duduk bersama para sahabatnya. Melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah berseru: ”Abu Thalhah telah datang kepada kalian, dan cahaya Islam tampak pada kedua bola matanya”. Ketulusan hati Ummu Sulaim benar-benar terasa mengharukan relung-relung hati Abu Thalhah. Ummu Sulaim hanya mau dinikahi dengan keIslamannya, tanpa sedikitpun tergiur kenikmatan dunia yang ia janjikan.

Wanita mana lagi yang lebih pantas menjadi istri dan ibu asuh anak-anaknya selain Ummu Sulaim. Hingga tanpa terasa dihadapan Rasulullah lisan Abu Thalhah mengulang-ngulangi kalimat, “Saya mengikuti ajaranmu ya Rasulullah, dan aku bersaksi tiada Tuhan yg berhak di sembah melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya”. Ummu Sulaim tersenyum haru dan berpaling kepada anaknya Anas, “bangun lah wahai Anas”. Dengan keIslaman Abu Thahah maka menikahlah Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah, dan maharnya adalah keIslaman suaminya. Tsabit seorang perawi hadits meriwayatkan dari Anas bin Malik, “Sama sekali aku belum pernah mendengar seorang wanita yang maharnya lebih mulia dari Ummu Sulaim, yaitu ke islaman Abu Thalhah suaminya”. Setelah Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang penuh dengan kebahagiaan dan keharmonisan dalam naungan cahaya Islam. Tak beberapa lama Allah pun menganugerahkan seorang anak laki-laki kepada pasangan berbahagia itu, dan di beri nama Abu Umair.

Namun takdir Allah memang tak mampu diduga, Allah kembali ingin menguji kesabaran pasangan ini, tiba-tiba saja anak mereka jatuh sakit sehingga ayah dan ibunya cemas. Padahal ia adalah putra kesayangan Abu Thalhah. Jika ia pulang dari pasar, yang pertama kali ditanyakan ialah kesihatan dan keadaan putranya dan tidak merasa tenang bila belum melihatnya. Tepat pada waktu shalat, Abu Thalhah pergi ke maesjid. Tak lama setelah kepergiannya, putranya menghembuskan nafas terakir. Ummu Sulaim memang seorang ibu mukminah yang sabar, ia menerima peristiwa itu dengan sabar dan tenang. Ummu Sulaim lantas meletakkan putranya diatas kasur, berucap berulang-ulang dari mulutnya; "Inna lillah wainna ilaihi rajiuun". Dengan suara berbisik ia mengatakan kepada sanak keluarga, untuk tidak memberitahukan perihal putranya kepada Abu Thalhah kecuali ia sendiri yang memberitahunya. Sekembalinya Abu Thalhah, air mata kesayangan Ummu Sulaim telah mengering. Ia menyambut kedatangan suaminya, dan siap menjawab pertayaanya. “Bagaimana keadaan putraku sekarang?” Dia lebih tenang dari biasanya”, jawab Ummu Sulaim dengan wajar. Abu Thalhah begitu merasa begitu letih hingga tidak ada keinginan untuk melihat putranya. Namun hatinya turut berbunga-bunga mengira putranya dalam keadaan sehat walafiat.

Ummu Sulaim pun menjamu suaminya dengan hidangan yang istimewa, dan berdandan berhias dengan wangi-wangian, membuat Abu Thalhah tertarik dan mengajak tidur bersama. Setelah suaminya tertidur, Ummu Sulaim memuji kepada Allah karna berhasil mententeramkan perihal putranya, kerana ia menyedari Abu Thalhah telah mengalami keletihan seharian, sehinnga ia membiarkan suaminya tertidur pulas.

Menjelang subuh baru Ummu Sulaim berbicara kepada suaminya, Ummu Sulaim bertanya: “ Wahai Abu Thalhah apa pendapatmu bila ada sekelompok orang meminjamkan barang kepda tetangganya, lantas ia meminta kembali haknya, pantaskah jika si peminjam enggan mengembalikan nya?”. Tidak, jawab Abu Thalhah, “Bagaimana jika si peminjam enggan mengembalikan, setelah menggunakannya?” “Wah,mereka benar-benar tidak berterima kasih”. Abu Thalhah menjawab.”Demikian pula putramu, Allah meminjamkannya kepada kita dan pemiliknya telah mengambilnya kembali. Relakanlah ia”, kata Ummu Sulaim dengan tenang. Pada mulanya Abu Thalhah marah dan membentak: “Kenapa harus sekarang kau beritahu dan membiarkan aku hingga aku ternoda?” (berhadats karena berhubungan suami istri) Dengan rasa tabah Ummu Sulaim tak berhenti-henti mengigatkan suaminya, hinnga ia kembali sadar dan memuji Allah dengan hati yang tenang. Pagi-pagi buta sebelum cahaya matahari kelihatan penuh,

Abu Thalhah menjumpai Rasulullah dan menceritakan kejadian itu. Rasulullah bersabda: “Semoga Allah memberikan barakah pada malam pengantin kalian berdua”. Dalam beberapa bulan kemudian Ummu Salamah mengandung lagi, dan melahirkan seorang anak lagi yang diberi nama oleh Rasulullah Abdullah bin Thalhah. subhanallah barakahnya ternyata tidak sampai disitu, Abdullah kelak dikemudian hari memiliki tujuh orang putra yang semuanya hafizul quran. Keutamaan Ummu Sulaim tidak hanya itu, Allah juga pernah menurunkan ayat untuk pasangan suami istri itu dikeranakan suatu peristiwa. Sampai Rasulullah menggembirakan dengan janji Surga dalam sabdanya: "Aku memasuki syurga, aku mendengar jalannya seseorang. Lantas aku bertanya siapakah ini? penghuni Surga spontan menjawab" ini adalah Rumaisha binti Milhan, ibu Anas bin Malik”.

dipetik dari: sumbawanews

No comments: